Minggu, 03 Juni 2018

Mengapa Musibah Terjadi Pada Anak-Anak Tuhan, Bahkan Yang Terbaik Sekalipun – Pdt. Benny Solihin

Suara Pendirian

Mengapa Musibah Terjadi Pada Anak-Anak Tuhan, Bahkan Yang Terbaik Sekalipun – Pdt. Benny Solihin


Saya terbeban untuk membawakan suatu topik: “Mengapa musibah terjadi pada anak-anak Tuhan, bahkan yang terbaik sekalipun”. Suatu topik yang sering menjadi pergumulan anak-anak Tuhan termasuk saya di dalam pengenalan kita akan Tuhan. Pergumulan iman, mengapa hal-hal buruk, musibah terjadi pada anak-anak Tuhan, bahkan anak-anak Tuhan yang terbaik sekalipun.
Ada sepasang pemuda pemudi yang saling jatuh cinta, mereka guru sekolah minggu yang baik yang setia. Mereka berjanji kepada Tuhan, kalau Engkau menyatukan kami sebagai suami istri, kami akan hidup sebagai pasangan yang memuliakan nama Tuhan. Dan Tuhan menyatukan mereka sebagai suami istri. Mereka menikah, mereka diberkati dengan income yang makin lama makin baik. Dan janji mereka ditepati, sepasang suami istri ini menjadi aktivis yang terus melayani Tuhan. Tetapi sesuatu hal yang terjadi pada mereka, bertahun-tahun menikah belum dikaruniai anak. Mereka tidak putus asa, mereka terus berdoa dan yakin bahwa mujizat akan terjadi. Tetapi mereka tidak mengabaikan berbobat ke dokter. Pada tahun ke-8 hamillah sang istri. Iman mereka dijawab Tuhan. Mereka bersaksi di mana-mana bahwa kehamilan tersebut adalah mujizat dari Tuhan. Sembilan bulan kemudian lahirlah sang anak. Pada saat anak itu lahir, barulah mereka terkejut bahwa anak tersebut tidak punya kedua lengan. Mereka menangis dihadapan Tuhan. Mereka meratap. Tidak cukup di sana. Beberapa bulan kemudian, sang dokter mendapati mata kedua anak itu buta. Terpukullah mereka. Mereka bukan cuma menangis dan meratap, mereka menjerit kepada Tuhan dan bertanya:
“Mengapa Engkau memberikan anak seperti ini. Engkau mengajarkan kami memberi yang terbaik dan kami telah memberi yang terbaik kepada-Mu, tetapi mengapa Engkau memberi anak yang seperti ini. Kalau Engkau tidak suka memberi, lebih baik jangan memberi sama sekali. Tetapi kalau Engkau mau memberi, beri yang terbaik, Tuhan.”
Saudara yang dikasihi Tuhan, membingungkan bukan, mengapa hal terburuk bisa terjadi pada anak Tuhan, bahkan anak-anak Tuhan yang terbaik sekalipun?
Jatuhnya pesawat Air Asia QZ 8501 pada Minggu, 28 Desember 2014 mengharukan kita semua. Melihat tanyangan saja sudah memilukan hati. Apalagi kita sempat kenal dengan korban yang kita kenal 162 korban banyaknya, apalagi kalau salah satu korban adalah keluarga kita. Betapa hancurnya hati kita. Apa yang terjadi pada musibah itu. Tidak bisa tidak akan mengundang pertanyaan kita, mengapa Tuhan, mengapa itu terjadi? Kenapa itu terjadi, Tuhan?  Bukankah di dalam pesawat itu begitu banyak anak Tuhan, bahkan di dalam pesawat itu ada satu keluarga missionaris yang mengabdi diri pindah dari negara lain ke negara kita hanya untuk mengabarkan Kasih Kristus. Tetapi mati secara tragis seperti itu. Pertanyaan kita adalah:
Mengapa Tuhan, mengapa itu terjadi. Mengapa Engakau tidak melindungi mereka?
Apa dosa mereka, Tuhan?
Pertanyaan ini cukup membingungkan kita bukan? Kalau kita baca koran setiap hari, melihat berita, melihat tanyangan TV, membaca internet dipenuhi dengan hal-hal yang begitu buruknya. Perampokan di mana-mana, pemerkosaan, perang di mana-mana, musibah juga ada di mana-mana dan beberapa korban mencakup anak-anak Tuhan pula. Bukankah ini menimbulkan pertanyaan kepada kita:
Mengapa itu terjadi dan mengapa Tuhan membiarkan musibah terjadi pada anak-anak-Nya?
Saya percaya bahwa pertanyaan ini harus dijawab. Kalau pertanyaan ini tidak dijawab, ini menimbulkan suatu problem di dalam diri kita, yang akan membawa kekecewaan kepada Tuhan lalu sampai menimbulkan tidak percaya kepada Tuhan, murtad dari jalan Tuhan. Harus kita jawab. Harus kita mendapat suatu pegangan agar iman kita tidak goyah. Tetapi jelas pertanyaan ini adalah pertanyaan serius yang tidak mudah dijawab dan jawabnya tidak sesederhana yang kita pikirkan: ya atau tidak, hitam atau putih. Sebagaian besar dari jawaban itu, atau sisa di ujung jawaban itu adalah misteri Allah sendiri. Tetapi saya akan mengungkapkan yang Alkitab ungkapkan. Mengapa musibah terjadi pada anak-anak Tuhan, bahkan anak-anak Tuhan yang terbaik sekalipun.
Jawaban yang PERTAMA adalah dosa yang diperbuat umat-Nya.
Pada kitab Amos 4:9-11, tertulis demikian:
9 “Aku telah memukul kamu dengan hama dan penyakit gandum, telah melayukan taman-tamanmu dan kebun-kebun anggurmu, pohon-pohon ara dan pohon-pohon zaitunmu dimakan habis oleh belalang, namun kamu tidak berbalik kepada-Ku,” demikianlah firman TUHAN.
10  “Aku telah melepas penyakit sampar ke antaramu seperti kepada orang Mesir; Aku telah membunuh terunamu dengan pedang pada waktu kudamu dijarah; Aku telah membuat bau busuk perkemahanmu tercium oleh hidungmu; namun kamu tidak berbalik kepada-Ku,” demikianlah firman TUHAN.
11  “Aku telah menjungkirbalikkan kota-kota di antara kamu, seperti Allah menjungkirbalikkan Sodom dan Gomora, sehingga kamu menjadi seperti puntung yang ditarik dari kebakaran, namun kamu tidak berbalik kepada-Ku,” demikianlah firman TUHAN. (TB-LAI)
Latar belakang kitab Amos ditulis ketika umat Allah, Israel hidup di dalam kegelapan. Menolak Firman, penyembahan berhala, perzinahan, percabulan, menindas orang miskin, berbuat hal-hal yang tidak menyenangkan Allah, bahkan para imam melakukan apa yang jahat di mata Tuhan. Lalu TUHAN menegur mereka berkali-kali, tetapi mereka tidak bertobat. Sehingga TUHAN menuliskan ayat tersebut melalui Amos. Siapakah yang mendatangkan kesulitan ekonomi di Israel? Siapakah yang mendatangkan kesulitan hidup di Israel? Jawabnya jelas: Allah sendiri. Allah tidak menutup-nutupi. Allah yang membuat.
9  “Aku telah memukul kamu dengan hama dan penyakit gandum, telah melayukan taman-tamanmu dan kebun-kebun anggurmu, pohon-pohon ara dan pohon-pohon zaitunmu dimakan habis oleh belalang, namun kamu tidak berbalik kepada-Ku,” demikianlah firman TUHAN.
10  “Aku telah melepas penyakit sampar ke antaramu seperti kepada orang Mesir; Aku telah membunuh terunamu dengan pedang pada waktu kudamu dijarah; Aku telah membuat bau busuk perkemahanmu tercium oleh hidungmu; namun kamu tidak berbalik kepada-Ku,” demikianlah firman TUHAN.
11  “Aku telah menjungkirbalikkan kota-kota di antara kamu, seperti Allah menjungkirbalikkan Sodom dan Gomora, sehingga kamu menjadi seperti puntung yang ditarik dari kebakaran, namun kamu tidak berbalik kepada-Ku,” demikianlah firman TUHAN. (TB-LAI)
Siapa yang mendatangkan penyakit di antara orang-orang Israel? Siapa yang mendatangkan kekalahan perang sehingga taruna-taruna Israel mati terbunuh oleh musuh? Jawabannya bukan oleh kekuatan lawan tetapi karena Allah sendiri yang mendatangkannya. Apa tujuannya? Apa sebabnya? Karena Israel sudah hidup dalam dosa. Apa tujuannya? Supaya mereka berbalik kepada Tuhan. Bertobat!
Siapa yang mendatangkan malapetaka, gempa bumi, bencana di kota-kota Israel? Jawabannya adalah Allah, bukan sekadar alam. Kenapa Allah melakukannya? Supaya Israel berbalik dari dosa mereka. Jadi mari kita simpulkan apa yang Tuhan katakan dalam firman-Nya bahwa musibah atau hal buruk terjadi pada anak Tuhan bahkan yang terbaik sekalipun, karena dosa mereka. Berat mengatakan ini bukan? Tetapi inilah firman Allah. Itu berarti dosa punya konsekuensi yang betul-betul berat dan ganas. Ini menjadi pelajaran bagi Israel dan menjadi pelajaran bagi engkau dan saya sebagai gereja dan umat Tuhan, jangan bermain-main dengan dosa. Allah akan menegur dengan lembut, semakin lama semakin keras. Dan semakin lama pada puncak kekerasan, Ia mendatangkan hal-hal seperti itu. Tetapi kita lihat pada tempatnya, karena kita anak yang disayang, maka ditegur-Nya. Karena kita dikasihi-Nya maka teguran itu semakin keras, sampai pada akhirnya memukul kita supaya kita berbalik dan bertobat.
Tetapi ini bukan satu-satunya jawaban. Alkitab masih memberikan kemungkinan lain.
Yang kedua, adalah karena ada kemuliaan Allah yang hendak dinyatakan oleh Allah. Dosa selalu mengakibatkan hal-hal buruk terjadi, tetapi tidak selalu hal-hal buruk terjadi karena hukuman dosa. Itu berbeda. Tidak bisa otomatis terjadi A=B, B=A. Tidak.  Mari kita lihat Injil Lukas 13:1-5
1 Pada waktu itu datanglah kepada Yesus beberapa orang membawa kabar tentang orang-orang Galilea, yang darahnya dicampurkan Pilatus dengan darah korban yang mereka persembahkan. 2  Yesus menjawab mereka: “Sangkamu orang-orang Galilea ini lebih besar dosanya dari pada dosa semua orang Galilea yang lain, karena mereka mengalami nasib itu?  3 Tidak! kata-Ku kepadamu. Tetapi jikalau kamu tidak bertobat, kamu semua akan binasa atas cara demikian. 4Atau sangkamu kedelapan belas orang, yang mati ditimpa menara dekat Siloam, lebih besar kesalahannya dari pada kesalahan semua orang lain yang diam di Yerusalem? 5 Tidak! kata-Ku kepadamu. Tetapi jikalau kamu tidak bertobat, kamu semua akan binasa atas cara demikian.” (TB-LAI)
Rupanya ada musibah menara Siloam jatuh, lalu yang mati 18 orang. Pikiran orang Israel, setiap musibah, setiap hal buruk terjadi karena dosa. Memang TUHAN mengatakan demikian Perjanjian Lama, dalam Amos di atas. Tetapi Yesus secara mengejutkan berkata:  Tidak! kata-Ku kepadamu. Tetapi jikalau kamu tidak bertobat, kamu semua akan binasa atas cara demikian (ayat 5). Di sini muncul paradigma baru, tidak selalu hal-hal buruk terjadi pada umat Allah karena dosa mereka. Tidak.
Kita masuk ke penggambaran yang lain, yaitu di Injil Yohanes 9:1-7 (TB-LAI). Cerita tentang orang sejak lahirnya buta:
1 Waktu Yesus sedang lewat, Ia melihat seorang yang buta sejak lahirnya. 2  Murid-murid-Nya bertanya kepada-Nya: “Rabi, siapakah yang berbuat dosa, orang ini sendiri atau orang tuanya, sehingga ia dilahirkan buta?” 3 Jawab Yesus: “Bukan dia dan bukan juga orang tuanya, tetapi karena pekerjaan-pekerjaan Allah harus dinyatakan di dalam dia. 4  Kita harus mengerjakan pekerjaan Dia yang mengutus Aku, selama masih siang; akan datang malam, di mana tidak ada seorangpun yang dapat bekerja. 5  Selama Aku di dalam dunia, Akulah terang dunia.” 6  Setelah Ia mengatakan semuanya itu, Ia meludah ke tanah, dan mengaduk ludahnya itu dengan tanah, lalu mengoleskannya pada mata orang buta tadi 7  dan berkata kepadanya: “Pergilah, basuhlah dirimu dalam kolam Siloam.” Siloam artinya: “Yang diutus.” Maka pergilah orang itu, ia membasuh dirinya lalu kembali dengan matanya sudah melek.
Coba perhatikan ayat 1 dan 2:
1 Waktu Yesus sedang lewat, Ia melihat seorang yang buta sejak lahirnya.
2  Murid-murid-Nya bertanya kepada-Nya:
“Rabi, siapakah yang berbuat dosa, orang ini sendiri atau orang tuanya, sehingga ia dilahirkan buta?”
Coba perhatikan paradigma orang Israel, umat Allah dari Perjanjian Lama: kalau ada musibah, ada hal buruk terjadi, termasuk kelahiran anak cacat itu karena dosa. Entah dosa anak itu, entah dosa orang tuanya. Paradigma orang-orang zaman sekarang juga demkian, begitu anaknya cacat, orang-orang berpikir, dosa apa yang dilakukan orangtuanya. Sama dengan paradigma orang Israel. Tetapi yang mengejutkan jawaban Yesus di ayat 3:  “Bukan dia dan bukan juga orang tuanya. Bila demikian, siapa yang melakukan dosa sehingga anak ini buta sejak lahir? Kemudian Yesus melanjutkan berkata: tetapi karena pekerjaan-pekerjaan Allah harus dinyatakan di dalam dia. Saya duga, para murid di sana, orang-orang yang mendengar jawaban ini sungguh akan tercengang dan mengerutkan dahinya. Mengapa? Jawabannya bukan karena dia, bukan karena orangtuanya, tetapi karena pekerjaan-pekerjaan Tuhan akan dinyatakan di dalam dirinya.
Ada paradigma baru, ternyata kecacatan orang buta ini sekarang dihubungkan dengan pekerjaan Tuhan. Kalau begitu orang itu cacat tidak lepas dari rencana Tuhan, bukan? Kita mulai sukar menerima. Saya kira para murid dan para pendengar juga sukar menerima. Bagaimana mungkin Allah yang Mahakuasa, memberikan anak yang buta. Bagaimana mungkin Allah yang Mahakasih membiarkan seseorang lahir dengan kecacatannya. Apa untungnya Tuhan? Kalau Dia Mahakasih, lahirkanlah anak yang sempurna. Kalau Dia Mahakuasa, jangan biarkan seorang pun lahir anak cacat, bukan? Kita tidak mau punya Allah yang membiarkan anak lahir cacat. Kita berpikir: Tidak mungkin, orang cacat lahir karena rencana Allah. Lalu kalau bukan karena rencana Allah, karena siapa? Kalau kita berkata ada orang cacat tidak direncakan Allah, kalau begitu ada orang yang lahir ke dunia tidak direncanakan Allah. Lebih sulit menerima argumen ini, bukan? Kalau begitu Allah tidak Mahakuasa. Kenapa bisa ada orang yang lahir dalam keadaan punya kebutuhan khusus, cacat, idiot, kalau demikian Allah tidak Mahakuasa. Saya boleh berkata dari ayat ini, tetap ada hubungan antara anak lahir tidak normal dengan rencana Allah. Allah tidak pernah khilaf.
Tuhan TIDAK PERNAH seperti ini:
tiba-tiba suatu hari Tuhan kaget:
Tuhan      : Celaka!
Malaikat : Celaka apa Tuhan?
Tuhan      : Itu yang lahir di desa di Jawa Timur, ibu muda itu sudah melahirkan apa belum?
Malaikat : Sudah Tuhan, dua hari lalu.
Tuhan      : Waduh Aku lupa, Aku lupa. Bagaimana anaknya?
Malaikat  : Cacat, Tuhan.
Tuhan      : Cacat? Waduh Aku lupa, Aku khilaf.
Lalu malaikat menghibur.
Malaikat  : Tidak apa, namanya saja Tuhan, kan bisa khilaf. Bukankah pekerjaan Tuhan banyak mengurusi dunia ini.
Tuhan     : Tidak. Itu salah-Ku, salah-Ku. Aku kurang perhatian.
Saudara percaya ada Tuhan seperti itu? Kita akan berontak dan berkata: Tidak! Tuhan tidak seperti itu.
Lalu mengapa orang cacat? Yesus berkata, karena ada pekerjaan-pekerjaan Allah yang akan dinyatakan pada diri orang itu. Saudara sukar menerima atau tidak menerima, itulah yang dikatakan Yesus. Jadi memang Allah yang mendesign seperti itu. Itu berarti Allah juga Allah orang cacat, Allah adalah Allah orang autis, Allah adalah Allah orang punya kebutuhan khusus, Allah adalah Allah orang ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder). Ada rencana Allah.
Mari kita simak perjalanan orang buta itu.
 6  Setelah Ia mengatakan semuanya itu, Ia meludah ke tanah, dan mengaduk ludahnya itu dengan tanah, lalu mengoleskannya pada mata orang buta tadi 7dan berkata kepadanya: “Pergilah, basuhlah dirimu dalam kolam Siloam.” Siloam artinya: “Yang diutus.” Maka pergilah orang itu, ia membasuh dirinya lalu kembali dengan matanya sudah melek.
Perhatikan, ketika orang itu bertemu dengan Yesus, Yesus menyuruh orang itu  mencuci / membasuh dirinya, setelah Yesus meludah ke tanah, mengaduk ludahnya dengan tanah, lalu mengoleskan pada matanya yang buta. Dia kembali dan menjadi sembuh. Kemudian apa yang diperbuat orang itu? Dia bersaksi di mana-mana bahwa dia disembuhkan oleh orang yang bernama Yesus, sampai diinterogasi para ahli Taurat dan orang-orang Farisi, sampai dia berkata: aku tidak kenal siapa yang bernama Yesus, tetapi Dialah yang menyembuhkan aku. Dia menyaksikan di mana-mana bahwa Yesuslah yang menyembuhkan. Di sinilah dia menjadi saksi, di sinilah menjadi alat kemuliaan Tuhan. Untuk inilah yang Tuhan katakan, ada pekerjaan Allah yang dinyatakan dalam diri orang ini. Jadi dia didesign Allah buta untuk titik seperti ini, untuk waktu seperti ini, untuk peristiwa seperti ini, yaitu ketika sembuh dia menyaksikan semua apa yang Allah buat dalam dirinya sehingga nama Allah dimuliakan. Saudara mulai mengerti peristiwa ini? Mungkin kita bisa menerima kalau pada akhirnya orang-orang yang cacat itu sembuh, tetapi mungkin ada seorang di antara kita berontak.
Bapak tahu tidak, saya punya anak idiot. Dia sudah berumur 30 tahun, saya merawatnya dan menantikan kemuliaan Allah hadir. Tidak terjadi apa-apa. Apa indahnya punya anak yang idiot. Apa indahnya punya anak yang terus ngiler terus di usia 30 tahun. Di mana kemuliaan Allah?
Itu pertanyaan yang sulit sekali dan secara hati, saya empati sekali. Tidak mudah bukan? Saya kenal seorang hamba Tuhan dengan istrinya yang mengabdi kepada Tuhan yang punya anak autis, kehidupan sudah sulit setengah mati. Dia berkata hidupnya terbalik-balik, ketika malam kami harus tidur, anak kami bangun, dia berputar-putar dan main-main. Hidup seperti itu seringkali kami berselisih tentang anak. Anak kedua lahir, autis lagi. Lalu mereka berkata, Tuhan mau apa? Tidak mudah. Kalau akhirnya anak autis itu menjadi anak yang cemerlang dan gemilang, bukankah kita akan memuji Tuhan. Tetapi berapa banyak anak autis, ADHD yang pada akhirnya tidak bisa melihat jadi apa dia. Lalu bisakah kita mengatakan ada kemuliaan Tuhan yang dinyatakan di dalam dirinya? Ya kalau sembuh. Ya kalau mujizat terjadi, bisa percaya ada rencana Tuhan dalam diri anak mereka. Tetapi sudah 30 tahun mereka  tunggu, tidak terjadi. Ini sulit sekali. Coba kita pikirkan, kemuliaan Tuhan hadir dalam diri anak yang punya kebutuhan khusus. Bukan berarti mujizat harus selalu terjadi, baru kemuliaan Tuhan hadir dalam dirinya. Mujizat tidak harus selalu terjadi.
Saya pernah sekolah di Amerika. Ada satu hal yang berbeda dengan orang-orang yang disabled. Kalau di Amerika, mereka tidak malu bahkan berkewajiban membawa orang-orang disabled baik di kursi roda ke tempat-tempat umum (public space). Kalau orang kita, sering disembunyikan di rumah karena malu. Apalagi kalau di mall banyak orang yang melihat, kita yang membawa juga malu bukan. Apalagi orang yang tidak beretiket menunjukkan ekspresi wajah yang tidak menyenangkan. Tetapi di Amerika dibawa ke tempat-tempat keramaian, bahkan ke Disney Land. Ada seseorang yang di kursi roda dengan mesin, berangkat study sendiri. Orang itu sudah dewasa tetapi badannya kecil. Seringkali ketika saya melihat orang-orang seperti ini waktu menatap, saya tidak menunjukkan ekspresi, ketika melirik hati saya berkata: “Tuhan, Dia ciptaan-Mu. Kau Allah Maha Besar, Kau punya rencana.”
Atau kita berpikir, “Tuhan kenapa aku yang diberikan tubuh yang sempurna.”
Pada akhirnya orang-orang itu mengingatkan kita pada Pencipta kita, bukan? Secara tidak langsung. Bukankah ini sudah termasuk karena pekerjaan Allah yang akan dinyatakan pada diri orang yang cacat ini. Untuk menjadi pengingat akan Pencipta kita. Itu saja sudah terjadi bukan?
Contoh lagi lain. Anda pasti kenal dengan Fanny Crosby. Seorang black yang lahir dari keluarga miskin, ayah ibunya miskin, hidup mereka susah sekali. Pada umur beberapa hari, Fanny Crosby demam. Ayahnya membawa ke dokter, oleh dokter dikasih obat. Dampaknya, matanya buta total. Betapa marah ayah Fanny Crosby. Anak yang normal karena mallpraktek seorang dokter akhirnya cacat. Ayahnya tidak bisa menerima kepada Tuhan. Ayahnya depresi, frustasi sampai akhirnya ayahnya meninggal dunia. Tinggallah Fanny Crosby dengan ibunya, ibu dengan anaknya yang cacat itu. Pada akhirnya dibawalah Fanny Crosby ke rumah yatim piatu. Bagaimanakah masa depan dia? Kemuliaan Tuhan apa yang ada di Fanny Crosby? Anak miskin, kulitnya black, yatim piatu. Tapi tunggu, apakah Fanny Crosby akan disembuhkan secara mujizat? Ternyata tidak. Sampai Fanny Crosby meninggal ketika dia dewasa tetap buta. Tetapi saudara tahu, di dalam kebutaannya dia dipakai Tuhan dengan heran. Dia menulis lagu-lagu Kristen, mungkin berjumlah 8.000 lagu banyaknya.  Begitu nyanyi, kita terdorong untuk melihat kekuatan Tuhan, kita ditarik lebih dekat kepada Tuhan. Ini adalah salah satu lagu ciptaan Fanny Crosby:
Jaminan mulia, ‘ku diberi,
kar’na Yesus milikku abadi;
aku waris-Nya, ‘ku ditebus,
kar’na dibasuh, darah kudus.
Reff:
Kami masyhurkan, kami puji,
tentang Yesusku, selamanya.
Kami masyhurkan, kami puji,
tentang Yesusku, selamanya.
Lagu itu hasil seorang buta bernama Fanny Crosby. Ketika seorang wartawan bertanya kepada dia:
“Kalau ada dokter bisa menyembuhkan engkau, maukah engkau disembuhkan?”
Fanny Crosby berkata: tidak.
Fanny Crosby lebih senang tetap buta agar tetap dekat dengan Tuhan.
Saudara perhatikan. Suatu kali kelak ketika Fanny Crosby meninggal dunia, dia percaya matanya akan dicelikkan Tuhan,  dan wajah pertama yang ingin dia lihat adalah Juruselamatnya, Yesus. Tidak ada persoalan dengan kebutaan dia, dia tidak menuntut Allah untuk mengadakan mujizat, bahkan dia senang dengan kebutaannya agar dia tetap bisa dekat dengan Tuhan. Sampai akhir hidupnya Fanny tidak pernah disembuhkan, tidak pernah terjadi mujizat Tuhan. Tetapi kemuliaan Tuhan bekerja dalam diri orang buta ini. Tidak selalu kita mengalami mujizat Tuhan, baru kemudian kemuliaan Tuhan dinyatakan. Dalam kasus orang buta yang Yesus katakan memang disembuhkan, tetapi tidak selalu, tetapi selalu kemuliaan Allah dinyatakan.
Ada contoh lain, seorang businessman. Seorang yang sangat kaya, bisnisnya tidak pernah berbuat curang, dia saleh, dia takut akan Tuhan. Dia hidup dengan Tuhan begitu dekatnya. Kalau malam tiba, dia mengucapkan doa untuk ke-10 anak-anaknya, mohon ampun kepada Tuhan bila mereka melakukan kejahatan. Tetapi suatu kali hartanya dirampok habis-habisan, tidak tersisa sedikit pun. Lalu ke-10 anak-anaknya terkena musibah bencana, mati semua. Kematian 1 orang yang kita kasihi, sudah mendukakan kita, apalagi mati bersamaan.
Saya tidak bisa membayangkan peristiwa Air Asia, ketika keluarga yang ditinggalkan tinggal 1 orang, seluruhnya habis. Ada seorang gadis yang bengong, wajahnya lesu, tinggal dia sendirian. Biasanya bila ada masalah bisa telpon, SMS kepada papa, mamanya. Sekarang sudah tidak bisa lagi. Bisnisman tadi malah kehilangan 10 anak-anaknya. Dan businessman ini hancur habis-habisan, seluruh kesehatannya menurun, bahkan Alkitab mengatakan dari ujung rambut sampai ujung kaki penuh dengan borok. Teman-temannya datang bukan menghibur tetapi menuduh, pasti ada dosa yang dilakukan. Kalau tidak, tidak mungkin jadi seperti ini. Menjeritlah hatinya. Bahkan istrinya berkata “buat apa kamu memuji Allah seperti itu, buat apa menyembah Allah seperti itu, tinggalkanlah Allah seperti itu.” Nama orang ini Ayub. Mari kita cari lebih dalam mengapa Ayub tertimpa musibah yang begitu mengerikan.
Mari kita perhatikan Ayub 1:6
6 Pada suatu hari datanglah anak-anak Allah menghadap TUHAN dan di antara mereka datanglah juga Iblis. 7  Maka bertanyalah TUHAN kepada Iblis: “Dari mana engkau?” Lalu jawab Iblis kepada TUHAN: “Dari perjalanan mengelilingi dan menjelajah bumi.” 8  Lalu bertanyalah TUHAN kepada Iblis: “Apakah engkau memperhatikan hamba-Ku Ayub? Sebab tiada seorangpun di bumi seperti dia, yang demikian saleh dan jujur, yang takut akan Allah dan menjauhi kejahatan.”
9  Lalu jawab Iblis kepada TUHAN: “Apakah dengan tidak mendapat apa-apa Ayub takut akan Allah? 10  Bukankah Engkau yang membuat pagar sekeliling dia dan rumahnya serta segala yang dimilikinya? Apa yang dikerjakannya telah Kauberkati dan apa yang dimilikinya makin bertambah di negeri itu. 11  Tetapi ulurkanlah tangan-Mu dan jamahlah segala yang dipunyainya, ia pasti mengutuki Engkau di hadapan-Mu.”
12  Maka firman TUHAN kepada Iblis: “Nah, segala yang dipunyainya ada dalam kuasamu; hanya janganlah engkau mengulurkan tanganmu terhadap dirinya.” Kemudian pergilah Iblis dari hadapan TUHAN.
Jadi apa sebabnya hamba Tuhan yang bernama Ayub itu sampai mengalami penderitaan karena musibah yang mengerikan itu. Bisnisnya habis, keluarga berantakan, seluruh kesehataannya hilang. Apa sebabnya? Ternyata sebabnya tidak ada sangkut paut dengan diri Ayub. Ayub tidak melakukan kesalahan dihadapan Tuhan. Ayub tidak cemar dihadapan Tuhan. Ternyata sebab Ayub tertimpa musibah karena ada pertaruhan di alam sana antara Allah dengan Iblis. Pertaruhan ketika Allah berkata, Aku menjamin dia tetap setia kepada-Ku. Kalau begitu Ayub cuma pion di tengah pecatur yang ulung. Timbul gejolak tidak mengamati peristiwa ini? Hanya untuk membuktikan ada manusia yang setia, Allah mengorbankan hidup Ayub, membiarkan dia menderita sedahsyat-dahsyatnya membiarkan anak-anaknya mati mengerikan. Hanya untuk membuktikan ada orang yang setia. Dengan kata lain, Allah sedang menggunakan nama Ayub untuk kemuliaan nama-Nya sendiri. Kejam tidak?
Orang Amerika paling marah dengan kata menggunakan orang. Itu hal yang jahat. Ini yang Allah yang lalukan. Kalau saudara mengikuti kasus bank Century, bertahun-tahun tertutup, sampai hari ini kita tidak tahu siapa dalangnya. Tetapi bawahan-bawahannya sudah di penjara. Bawahannya itu dikorbankan, sampai hari ini kita tidak tahu siapa dalangnya. Bawahan-bawahan itu digunakan oleh atasannya untuk kepentingan nama baiknya. Bukankah Allah sama dengan kasus Century? Dia mempergunakan hidup Ayub yang berantakan demi untuk kebaikannya. Apakah Allah seperti ini benar? Apakah Allah seperti ini tidak kejam? Sebelum mengambil kesimpulan, mari kita perhatikan ayat di Kolose 1:16:
6 karena di dalam Dialah telah diciptakan segala sesuatu, yang ada di sorga dan yang ada di bumi, yang kelihatan dan yang tidak kelihatan, baik singgasana, maupun kerajaan, baik pemerintah, maupun penguasa; segala sesuatu diciptakan oleh Dia dan untuk Dia. (TB-LAI)
Manusia diciptakan Tuhan untuk kemuliaan Tuhan. Segala sesuatu diciptakan Dia untuk kemuliaan Tuhan. Memang manusia diciptakan, didesign untuk itu oleh Tuhan. Salahkah kalau Allah menggunakan untuk kemuliaan-Nya? Kalau manusia mengeksploitasi manusia lain, itu salah, karena manusia itu tidak menciptakan manusia yang lain. Termasuk seorang bapak tidak boleh mengeksploitasi anaknya. Kalau bapak itu pernah bercita-cita jadi dokter dan dia tidak sanggup jadi dokter karena banyak hal rintangan, lalu dia punya anak, anaknya ingin kuliah di bidang seni, tetapi bapaknya melarang lalu memasukkan dia ke bidang kedokteran untuk nama baiknya. Ini jahat. Bolehkah Allah mempergunakan hidup kita untuk nama baik-Nya? Jawabannya boleh. Memang ketika Dia menciptakan kita tujuannya adalah untuk nama baik-Nya. Dalam bahasa Inggris istilahnya adalah  our live is not about us, but about God. Jadi hidup kita bukan tentang kita, tetapi tentang Allah Pencita kita. Allah boleh mempergunakan hidup kita, Dia Pencipta kita.
Saya memberi gambaran. AC diciptakan oleh siapa? Manusia. Bolehkah manusia menciptakan AC dan membeli AC untuk kenyamanan dirinya? Tentu boleh. Sah-sah saja. Tahukah saudara bahwa AC saat ini sedang kerja keras. Banyak AC menangis, merintih, mengeluh, konseling kepada pendeta termasuk ke saya. AC berkata: Pak, bapak kan pendeta..tolong dong pak sampaikan suara hati kami para AC yang sering dieksploitasi. Kami tahu pak, kami diciptakan untuk kenyamanan manusia, tapi tolong kalau mempergunakan kami jangan langsung dari 24 derajat ke 16 derajat, itu yang membuat kami lebih lelah. Celakanya kalau sudah 16 derajat,suhu yang  sudah dingin lalu dikembalikan lagi ke 24 derajat. Kasihan AC, dengarkanlah suara hati AC.
Tapi sah-sah saja kita pergunakan memang AC kita beli untuk kenyamanan manusia. Dia diciptakan untuk kenyamanan manusia. Ada tidak orang membeli untuk kebahagiaan AC. Ada tidak? Ada, ya saya. Saya bayangkan kalau ke toko AC. Lalu saya beli satu AC, AC pasti bicara: jangan pilih aku. Lalu saya beli, AC itu nangis, teman-temannya menangis.
Lalu saya berkata : AC jangan menangis.
AC berkata : engkau akan mengeksploitasi aku kan?
Saya berkata: tidak, saya tidak sama dengan orang lain. Saya membeli kamu justru untuk kebahagiaan kamu. Lalu saya buka dos. Lalu AC itu saya tutup dengan lap, lalu saya pergi kantor.
Setelah saya sampai rumah, AC kuatir lagi.
Sehari dua hari, AC sadar bahwa jarang ada orang seperti saya. Kenapa ada orang beli AC tetapi tidak mempergunakan AC.
Ada tidak orang seperti itu? ada, saya.
Saudara tidak perlu seperti itu, mau pakai AC dari 24 derajat ke 16 derajat, nyala 24 jam juga boleh asal kuat bayar listriknya. Kalau rusak panggil teknisi. Rusak lagi panggil lagi teknisi, sampai suatu saat tidak bisa diperbaiki, buang AC itu, beli AC baru. Kita adalah tuan. Kita beli untuk kepentingan kita. Kalau kita saja beli AC boleh untuk kenyamanan kita, apakah saudara pikir Allah tidak boleh memakai kita seperti itu?
Apakah kita sama dengan AC? Berbeda.
Di sini bedanya. Ketika kita mempergunakan AC, kita mempergunakan benda, kita tidak mengerti dan tidak mau mengerti perasaannya. Tetapi ketika Allah mempergunakan kita untuk alat kemuliaan-Nya seringkali banyak hal yang tidak kita pahami, seringkali penderitaan, kekurangan, ketelanjangan terjadi dalam hidup kita. Tetapi jangan berpikir kalau Allah tidak punya perasaan, Allah meninggalkan kita. Saat kita mengerang, saat kita meratap, saat kita menangis, karena kita dipakai Tuhan, Tuhan datang kepada kita. Tuhan memegang kita, Tuhan memeluk kita. Tuhan berkata Aku tidak meninggalkan engaku, anak-Ku. Di situlah berbedanya kita dengan barang yang bernama AC, Tuhan tidak pernah meninggalkan kita. Bahkan ketika Allah mempergunakan hidup kita, di situlah kebahagiaan yang sejati, kemuliaan yang tertinggi, damai sejahtera yang diluar pikiran manusia terjadi dalam hidup yang tidak pernah dialami, kecuali kita membiarkan diri kita dipakai oleh Tuhan menjadi alat kemuliaan-Nya. Itu sebabnya banyak anak Tuhan yang hidupnya sudah begitu sulit, musibah terjadi luar biasa, bahkan berkali-kali, tetap bisa memuliakan Tuhan, tetap bisa dekat dengan Tuhan, tetap bisa bersyukur, karena mereka menikmati kemuliaan Allah hadir dalam dirinya. Itu sebabnya misionari di dalam tantangan pelayanan yang berat, itu sebabnya banyak pendeta di dalam yang hidup kekurangan yang berat dan tekanan yang hebat tetap menjadi hamba Allah. Mengapa? Karena mereka menikmati kebahagiaan yang sejati. Kemuliaan yang tertinggi di dalam hidup manusia yang hanya bisa dicapai ketika kita membiarkan Tuhan memakai diri kita. Allah itu berdaulat atas hidupku atas hidupmu. Kalau Dia mau memakai engkau dan saya, Puji Tuhan. Bahkan kalau pun terjadi hal-hal yang sungguh menggertarkan hati, tetaplah bersyukur, karena engkau menjadi alat kemuliaan-Nya.
Ada seorang pengarang lagu berkulit black, bernama Thomas A. Dorsey. Pada tahun 1930an, dia seorang penyanyi rohani yang seringkali dipakai Tuhan di mana-mana, terutama dalam kelompok Baptis, dia dipakai untuk KKR di mana-mana termasuk penginjilan Billy Graham. Suatu kali dia mendapat undangan ketika ada KKR besar di St. Louis, dia ada di Chicago, dia sudah ragu menerima undangan ini, karena istrinya sedang hamil besar. Dia berdoa kepada Tuhan, dia yakin harus memprioritaskan Tuhan, dia yakin menerima pelayanan itu. Istrinya mengizinkan pergi. Tetapi dia ragu, karena istrinya dalam keadaan sakit, karena istrinya mengizinkan dia pergi mencari bis. Jarak Chicago ke St. Louis cukup jauh, berjam-jam. Waktu dia mencari bis, dia lupa membawa kumpulan lagu-lagunya. Dia balik lagi ke rumah, dia mendapati istrinya sedang tidur. Dia tahu istrinya sedang sakit, dia ingin menemani istrinya, tetapi dia putuskan Tuhan adalah prioritasnya, Tuhan akan menjaga istirnya, dia tidak membangunkan istrinya, dia pergi lagi. Malam pertama KKR, pujian dibawakan Thomas A. Dorsey. Betapa hebatnya jemaat yang ribuan bernyanyi untuk Tuhan, melihat keagungan Tuhan dan mereka menyanyikan lagu-lagu yang dikarang oleh Thomas A. Dorsey. Setelah selesai pujian, dia duduk ke belakang, jemaat masih bernyanyi untuk Tuhan. Seorang menghampiri dia membawa  sebuah telegram yang memberi kabar bahwa istirnya meninggal dunia. Dia terdiam terpaku, ditengah-tengah jemaat yang masih menyanyikan kehebatan Tuhan, hatinya meratap dengan hancur. Dia lari kebelakang, dia menangis kepada Tuhan: Kenapa Tuhan tidak menjaga istriku, aku pergi untuk melayani-Mu. Dia pulang malam hari itu, sampai di rumahnya, orang-orang sudah  berkumpul di situ. Ketika dia masuk dia cuma melihat istrinya sudah berbaring. Betapa pedihnya. Seorang dokter datang dan berkata kepada dia, bahwa anaknya selamat. Ternyata anaknya hidup. Dia pergi ke rumah sakit dan dokter di sana berkata ternyata anaknya meninggal dunia. Setelah pemakaman kedua orang yang dicintai, Dorsey tidak lagi mau menyanyikan lagu untuk Tuhan. Dia kecewa kepada Tuhan, dia merasa Tuhan jahat, dia merasa Tuhan tidak berperasaan. Dia kembali ke kehidupan lama menjadi pemusik di cafe-cafe, di night club, dia penyanyi lagu jazz, dia melupakan lagu-lagu rohani. Hidupnya makin terpuruk dan makin terpuruk. Dia duka dan kecewa kepada Tuhan.
Suatu hari teman baiknya mengajak ke sekolah musik. Dorsey yang sedang tidak punya pekerjaan ikut temannya. Temannya sedang berbicara tentang bisnisnya, sementara itu Dorsey di dalam ruang itu sendiri, dia bingung apa yang harus dia kerjakan. Lalu ia duduk di depan piano, dia tidak mengerti apa yang harus dikerjakan. Menunggu sungguh membosankan, dia mau memainkan lagu, dia tidak mengerti lagu apa yang dimainakan , tidak ada satu lagu pun yang teringat. Dia kemudian memencet tuts-tuts itu, seperti seolah-olah ada yang membimbing dia, yang meminta dia memainkan lagu yang tidak dikenal nadanya. Begitu memainkan terus-menerus, tiba-tiba ada yang seolah-olah ada yang memberikan lirik kepadanya, lirik yang mengungkapkan isi hatinya, sembari dia memainkan tuts-tuts piano sembari dia bernyanyi, sembari air matanya turun, lagu apa yang tercipta saat itu, dia mengulang-ulang lagu itu.
Dia bernyanyi:
Tuhanku pimpinlah tanganku,
peganglah ku letih..ku lesu..ku lemah
Lewat malam gelap…
ke terang yang tetap…
Tuhanku pimpinlah ke seberang.
Precious Lord, take my hand
Lead me on, let me stand
I’m tired, I’m weak, I’m lone
Through the storm, through the night
Lead me on to the light
Take my hand precious Lord, lead me home
When my way grows drear precious Lord linger near
When my light is almost gone
Hear my cry, hear my call
Hold my hand lest I fall
Take my hand precious Lord, lead me home
When the darkness appears and the night draws near
And the day is past and gone
At the river I stand
Guide my feet, hold my hand
Take my hand precious Lord, lead me home
Precious Lord, take my hand
Lead me on, let me stand
I’m tired, I’m weak, I’m lone
Through the storm, through the night
Lead me on to the light
Take my hand precious Lord, lead me home
Suatu lagu yang merupakan curahan hati dia, dinyayikan sembari mengangis. Apa yang terjadi? Roh Kudus sedang membimbing dia untuk mengungkapkan perasaannya kepada Tuhan. Di situlah Tuhan menyembuhkan dan memulihkan dia kembali. Di situlah dia disadarkan bahwa tanpa Tuhan membimbing, hidupnya akan hancur. Di situlah dia berkata, pimpin aku Tuhan sampai ke seberang. Dia akhirnya kembali jadi anak Tuhan. Dia meninggalkan klub itu. Dia kembali menulis lagu, dia kembali menggubah lagu-lagu Kristen. Sampai usia 90an tahun Dorsey meninggal dunia. Di pemakamannya orang melihat bayang-bayang seorang yang betul-betul dipakai untuk kemuliaan Tuhan melalui peristiwa yang betul-betul menghancurkan hati.
Saudara-saudara yang dikasihi Tuhan, ketika musibah terjadi pada diri kita, jangan marah kepada Tuhan. Jangan merasa Tuhan kejam. Tuhan  punya rencana dalam hidupmu dan hidupku. Ada kemuliaan Tuhan yang akan terjadi pada dirimu dan diriku. Tetaplah katakan: Tuhan, aku tidak kuat. Tetapi kalau Engkau memegang tanganku, memimpin langkahku, aku yang lemah,  yang letih dan lesu akan menjadi saksi-Mu untuk kemuliaan Engkau. Sampai suatu kali kita akan pulang ke rumah Tuhan, ketika mata kita terbuka, apa yang terjadi? Kita akan mendengar suara Tuhan kita,
“Mari hamba-Ku yang baik dan setia, masuklah, Aku telah menyediakan perjamuan untukmu.”
Kemuliaan Allah sempurna. Di sanalah tidak ada lagi penderitaan, di sanalah tidak ada lagi air mata, di sanalah tidak ada lagi musibah, kita akan berkumpul dengan orang-orang yang pernah meninggalkan kita. Orang-orang yang mati secara tragis, ternyata mereka telah berkumpul terlebih dulu. Inilah iman orang percaya, kita akan reuni akbar di sana. Dan mereka berkata,
“Hidup kita yang di dunia yang sementara itu, sebenarnya dengan penderitaan yang terjadi, tidak berarti apa-apa dibanding kemuliaan yang sekarang kita nikmati.”
Terpujilah Tuhan Yesus Kristus.
Segala kemuliaan hanya bagi Allah Bapa dan segala Pujian bagi Yesus Kristus dalam kuasa Roh Kudus.
Copyright (c) Pdt. Benny Solihin.
Pengutipan dari artikel ini harus mencantumkan:

Tidak ada komentar: